Tuesday 7 May 2019

Makalah Jin dan malaikat, hari kiamat, surga dan neraka


BAB I
PENDAHULUAN
      A            Latar Belakang
            Setiap agama mempunyai karakteristik  ajaran yang membedakan dari agama-agama lain. Agama yang dapat menyelamatkan dunia yang terpecah-pecah dalam berbagai bagian. Tidak mudah membahas karakteristik ajaran islam, karena ruang lingkupnya sangat luas. Untuk mengkaji secara rinci karakteristik ajaran islam perlu ditelusuri, mulai dari risalah Allah terakhir dan menjadi agama yang diridhoi Allah, untuk dunia dan seluruh umat manusia sampai datangnya hari kiamat. Karakteristik yang dimiliki Islam, yakni karakteristik ilmu dan kebudayaan, pendidikan, sosial, ekonomi, politik, pekerjaan, dan disiplin ilmu. Karakteristik ajaran islam adalah karakter yang harus dimiliki oleh umat muslim yang berdasarkan dengan Al-Qur’an dan Hadits dalam berbagai bidang ilmu, kebudayaan, pendidikan, politik, sosial, ekonomi, kesehatan, pekerjaan, disiplin ilmu, aqidah, dan berbagai ilmu khusus. Kedua sumber ini telah menjadi pedoman hidup bagi umat islam. Aspek-aspek sumber kehidupan ini diberi karakter tersendiri dalam berbagai ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, kesehatan, politik, pekerjaan, aqidah, dan disiplin ilmu untuk sepanjang masa.
            Maka dari itu kami akan membahas karakteristik ilmu tauhid yang meliputi Jin dan Malaikat, Hari Kiamat, Surga dan Neraka.
       B            Rumusan Masalah
1.      Pengertian Jin dan Malaikat
2.      Pengertian Hari Kiamat
3.      Pengertian Surga dan Neraka

BAB II
PEMBAHASAN
A      Jin dan Malaikat
      Sebagaimana Al-Qur’an telah menerangkan adanya satu jenis dari alam ghaib, yaitu Malaikat, Al-Qur’an juga menerangkan satu jenis yang lain, yang dinamakan Jin. Tetapi keterangan Al-Qur’an disekitar jin tidak serupa dengan keterangannya dengan sekitar malaikat, tetapi Al-Qur’an menyinggug asal kejadiannya.
Firman Allah:
“Dan jin kami jadikan sebelumnya dari api yang sangat panas”[1]
 “Tuhan telah menciptakan jin dari api yang sangat panas”[2]
      Jika Al-Qur’an menyebut malaikat itu hamba Allah yang mulia dan tidak pernah durhaka dan melanggar perintah Allah, sebaliknya Al-Qur’an menyebutkan jin itu ada yang saleh (baik) dan ada yang durhaka (jahat).
Firman Allah:
“Diantara kami (jin) ada orang-orang yang patuh (kepada tuhan) dan ada pula yang tidak jujur. Siapa yang patuh (kepada tuhan), itulah orang-orang yang sengaja menempuh jalan yang benar. Tetapi orang-orang yang tiada jujur, mereka menjadi kayu api neraka jahanam”[3]
      Sebagaimana Al-Qur’an menyebut malaikat itu turun membawa wahyu kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul, sebaliknya jin itu menerima wahyu Allah tadi dari Nabi-nabi dan Rasul-rasul.
Firman Allah:
“Ingatlah, ketika sekumpulan jin. Kami hadapkan kepada engkau (Muhammad), untuk mendengarkan Al-Qur’an. Setelah mereka hadir disitu, mereka berkata; Dengarlah baik-baik. Setelah pembacaan selesai mereka kembali kepada kaumnya memberi peringatan. Mereka berkata; Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengar kitab yang diturunkan sesudah Musa. Membenarkan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, memimpin kepada kebenaran dan menunjukkan jalan yang lurus. Hai kaum kami, turutlah orang yang memanggil kepada tuhan dan percayalah kepadanya. Nanti tuhan akan mengampuni dosa kamu dari siksa yang pedih”[4]          Mereka menerima wahyu ajaran agama dari Nabi supaya dipikirkan, dipercayai, dan dipanggilnya kaumnya untuk itu. Disampaikannya berita gembira untuk orang-orang taat dan ancaman untuk orang-orang berbuat maksiat. Al-Qur’an tidak mengikutsertakan malaikat bersama manusia dalam tanggung jawab menjalankan kewajiban syari’at atau menyebutkan mereka ada yang menyimpang dari pelajaran agama. Tetapi terhadap jin, kita lihat mereka diikutsertakan bersama manusia dengan panggilan dan tanggung jawab  yang satu dihari pembalasan.
Firman Allah:
“Pada hari tuhan mengumpulkan mereka semuanya,(kataNya); hai para jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia, dan kawan-kawan mereka dari golongan manusia menjawab; Wahai tuhan kami, sebagian kami telah merasa senang dengan yang lain, dan kami telah sampai kepada suatu waktu yang telah engkau tetapkan untuk kami. Tuhan mengatakan; Neraka itulah tempat diam kamu dan kamu tetap tinggal disitu, kecuali jika Allah menghendaki”[5]
 “Hai para jin dan manusia, bukankah utusan-utusan tuhan dari golongan kamu sendiri sudah datang kepada kamu, menceritakan keterangan-keteranganKu dan memberikan peringatan kepada kamu untuk menemui hari kamu ini.?”[6]
      Kita dapati dalam surat Ar Rahman dari awal sampai akhirnya, manusia dan jin itu diletakkan dalam garis yang satu dan kepada keduanya diberikan alasan-alasan yang serupa, dengan susunan kata dan tujuan yang sama.
Firman Allah:
“Dia telah menciptakan manusia dari tanah kiat sebagai tembikar. Dia telah menciptakan jin dari api yang sangat menyala. Yang manakah dari kurnia tuhan yang kamu dustakan?”[7]
 “Kami akan bertindak terhadap kamu, hai kedua penduduk dunia(manusia dan jin). Yang manakah dari kurnia tuhan yang hendak kamu dustakan?  Hai para jin dan manusia, kalau kamu sanggup melintasi penjuru langit dan bumi, lintasilah. Kamu tiada sanggup melintasinya melainkan dengan kekuasaan. Yang manakah dari kurnia tuhan yang hendak kamu dustakan?”[8]
      Dalam Al-Qur’an kita dapat pula melihat beberapa perbedaan antara malaikat dan jin. Umpamanya malaikat diperhubungkan dengan kehidupan manusia dilapangan kerohanian, sedang jin diserupakan tingkah lakunya dengan manusia, seperti membisikkan dan menipu supaya orang melakukan kejahatan. Hal yang demikian banyak didapati dalam beberapa ayat Al-Qur’an, bahkan ada satu surat pendek khusus untuk membentangkan peristiwa tersebut, dimana manusia dianjurkan agar berlindung dari godaan (tipuan) jin dan manusia.
Firman Allah:
“Katakan; Aku mencari perlindungan kepada tuhan (Pemimpin) manusia, Raja manusia. Tuhan manusia dari bahaya bisikan (syaitan) yang mengendap. Yang membisikkan kedalam hati manusia. Yaitu jin dan manusia.”[9]
      Demikian Al-Qur’an mengemukakan disekitar hal yang bertalian dengan metafisik (dibalik alam nyata/alam ghoib), dimana manusia tiada dikurniai tenaga cukup untuk mendalami hakikat alam-alam ghoib itu. Hanya satu saluran saja untuk mempercayai adanya malaikat dan jin, yaitu wahyu yang dipastikan kebenarannya, dari Allah kepada Rasul.
      Yang perlu diingat pula, biarpun Al-Qur’an banyak kali membicarakan disekitar jin, tetapi tidak menjadikan iman dengan jin sebagai aqidah islam. Lain halnya dengan malaikat. Al-Qur’an hanya membicarakan jin itu dalam rangka yang sama dengan membicarakan manusia. Jadi soal membenarkan ada jin itu adalah termasuk kelanjutan membenarkan Al-Qur’an dan membenarkan keterangan yang ada didalamnya.
      Al-Qur’an dalam menuntut iman dengan malaikat itu bukan hanya sekedar percaya bahwa malaikat itu ada. Tetapi juga iman dengan seluruh tugas dan fungsinya yang terhubung dengan urusan keagamaan, umpama pendidikan (pembersihan), mengarahkan kepada yang baik serta memperkuat keinginan baik dalam hati manusia. Tugas itu bukanlah tugas jin yang sederajat dengan manusia dalam menghadapi kekuatan baik dan buruk. Agama hanya menuntut agar manusia iman dengan sesuatu yang memperkuat dorongan baik dan bukan sesuatu yang memperkuat dorongan jahat atau sesuatu yang sama kuat dorongannya untuk kebaikan dan kejahatan.[10]

      Malaikat, telah kita terangkan, bahwa Al-Qur’an adalah pokok pegangan yang cukup lengkap bagi ajaran-ajaran agama islam. Al-Qur’an menurut ketetapan Allah dan menurut pengakuan kaum muslimin sendiri: adalah stu-satunya sumber tempat mengambil aqidah-aqidah islam, dahulu aqidah-aqidah yang utama dan pokok ialah iman kepada Allah. Sekarang diterangkan iman kepada malaikat.
      Menurut ketetapan Al-Qur’an, malaikat-malaikat itu adalah alam ghoib, bukan alam benda, sifat dan keadaan malaikat itu:
1.      Dapat menampakkan dirinya dialam benda
Firman Allah:
“Katakan: Kalau kiranya dibumi ini diam malaikat-malaikat yang berjalan dengan tentram, tentulah kami menurunkan malaikat pula kepada mereka untuk menjadi Rasul.”[11]
2.      Makhluk Allah dan hambaNya.
Firman Allah:
“Bahkan mereka (malaikat-malaikat) itu adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tiada mendahului tuhan dengan perkataan, dan mereka berbuat sesuai dengan perintahNya.”(Qur’an 21:26-27).
“Mereka (malaikat) tiada pernah mendurhakai Allah mengenai apa yang diperintahkan kepada mereka, dan mereka melaksanakan menurut semestinya perintah itu.”[12]
Petugas dalam urusan yang berhubungan dengan jiwa dan semangat. Tugas itu ditentukan pembagiannya oleh tuhan kepada mereka masing-masing, sebagai pelaksanaan iradat, kehendak, kemauan dan keputusan Allah terhadap hambaNya. Diantara tugas-tugas itu:
a.       Menyampaikan wahyu, perintah dan risalat kepada Nabi dan Rasul.
Firman Allah:
“Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah wahyu yang diturunkan tuhan, pemimpin alam semesta. Turun dibawa roh yang dipercayakan (malaikat jibril). Disampaikan kepada hati engkau (Muhammad) supaya engkau dapat memberi peringatan (kepada manusia).”[13]
Memperteguh hati Rasul-rasul dan kaum muslimin dalam perjuangannya.
Firman Allah:
“Dan kami beri isa anak Maryamketerangan-keterangan serta kami kuatkan (bantu) dengan roh suci (malaikat jibril).” [14]
“Ketika tuhanmu mewahyukan kepada malaikat: sesungguhnya aku bersama kamu: maka perteguhlah pendirian orang-orang yang beriman.” [15]
b.      Menyampaikan berita gembira akan memperoleh akibat yang baik bagi orang-orang yang mengerjakan kebaikan didunia ini mematuhi perintah Allah.
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Allah itu tuhan kami, kemudian itu mereka berpendirian teguh, niscaya malaikat akan turun kepada mereka, mengatakan: jangan takut, jangan berduka cita dan terimalah berita gembira memperoleh surga yang telah dijanjikan kepada kamu.”[16]
c.       Mengambil nyawa dikala manusia Allah menemui kematiannya.
Firman Allah:
“Katakan: Malaikat maut (malaikat yang bertugas mengambil nyawa) telah diserahi untuk mengambil nyawamu.”[17]
“Orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan baik, mereka (malaikat) mengatakan: selamat untuk kamu, masuklah kedalam surga, disebabkan oleh perbuatan yang telah kamu kerjakan.” [18]
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat, ketika menganiaya dirinya sendiri.”[19]
Mencatat tindakan dan amal manusia di dunia ini untuk diajukan di akhirat dihadapan pengadilan Ilahi.
Firman Allah:
“Sesungguhnya untuk kamu ada beberapa penjaga, penulis yang mulia, mereka mengetahui apa yang kamu perbuat.”[20]
d.      Tugas lain yang diistimewakan tuhan untuk masing-masing, tetapi tiada hubungannya dengan kehidupan dan urusan kebendaan dari manusia di dunia ini.
      Mengingat tugas-tugas yang diatas, Al-Qur’an menerangkan bahwa malaikat-malaikat itu adalah utusan-utusan yang bersayap dan mempunyai kekuatan.
Firman Allah:
“Tuhan memilih untuk menjadi utusan dari malaikat-malaikat dan juga dari manusia.”[21]
“Segenap pujian untuk Allah yang menjadikan langit dan bumi, menjadikan malaikat-malaikat itu utusan-utusan yang bersayap, masing-masing dua, tiga dan empat. Tuhan menambah ciptaannya sebagaimana yang dikehendakinya. Sesungguhnya Allah itu Kuasa atas segala sesuatu.”[22]
      Kaum muslimin yang meyakini Al-Qur’an itu sumber aqidah dalam hal-hal yang menyangkut dengan soal-soal ghoib, mereka membatasi diri disekitar iman dengan malaikat itu dalam batas-batas keterangan yang diberitakan oleh Al-Qur’an secara tegas dan tak mempunyai dua tiga pengertian. Mereka tidak memaksakan diri untuk menampung i’tiqad yang ganjil-ganjil, diluar batas keterangan yaang diyakini itu, baik tentang hakikat tubuh malaikat, cara menciptakan ataupun bagaimana dapat melihatnya. Dalam kepercayaan kaum muslimin, malaikat itu termasuk alam ghoib yang tidak dapat dijangkau dengan tenaga akal, pikiran dan kecerdasan manusia. Hanya dapat dikenal menurut berita yang benar dari Allah dengan perantara Al-Qur’an, yaitu:
      Malaikat adalah termasuk tentara Allah, hakikat kejadiannya tidak dapat diketahui dengan pasti oleh pikiran manusia. Mereka tunduk di bawah kekuasaan dan aturan tuhan yang berlaku secara umum, aturan yang dipatuhi oleh segala sesuatu di dunia, baik yang berupa benda ataupun dibalik benda (metafisik). Malaikat itu menjadi alat penghubung antara tuhan dengan makhlukNya.[23]
B       Hari Kiamat
      Setiap orang mukalaaf menurut syara’ wajib beriman kapada hari kiamat. Permulaan yang disebut hari kiamat  ialaah semenjak waktu hasyr dan berakhir dengan masuknya ahli surga kesurga dan ahli neraka ke neraka. Kita wajib beriman kepada hari itu, sebagaimana juga harus beriman kepada semua yang berhubungan dengan hari itu, serta tanda-tanda yang akan terjadi sebelum datangnya hari kiamat itu.
      Apabila telah dekat masa berakhirnya zaman dan hari kiamat, maka akan tampaklah beberapa tanda, tanda-tanda ini ada yang dinamakan alamat kecil yang pada saat ini banyak terjadi dan alamat besar, yang terdiri atas sepuluh macam, yaitu lahirnya seorang yang menamakan dirinya Imam Mahdi, keluarnya Dajjal, turunnya Sayidina ‘isa a.s. keluarnya dua bangsa yang disebut ya’juj dan ma’juj, keluarnya binatang yang dapat berbicara sebagaimana manusia, terbitnya matahari dari barat, keluarnya asap tebal dipermukaan bumi selama empat puluh hari berturut-turut, dan menyebabkan berbagai penyakit. Tiga alamat besar yang lain, yaitu hancurnya Ka’bah, munculnya nabi ‘isa a.s. dan hilangnya Al-Qur’an dari permukaan bumi.
      Apabila itu terjadi maka terdengarlah terompet malaikat Isrofil, ditiupan pertama selama empat puluh tahun makhluk hidup yang ada di dunia akan mati. Lalu terdengarlah tiupan yang kedua, pada saat itu Allah membangunkan semua makhluk hidup yang sudah mati di tiupan pertama, inilah yang disebut yaumul ba’ats, selanjutnya seluruh makhluk itu digiring di suatu lembah yang sngat luas, yang dinamakan padang mahsyar, setelah dikumpulkan di padang mahsyar semua makhluk menunggu yaumul hisab (perhitungan amal).        Setelah selesai hisab semua makhluk akan mengambil buku catatannya masing-masing, yang ditulis oleh malaikat ketika masih di dunia.setelah itu untuk mempertimbangkan baik burruknya untuk memperincikan amal tersebut yaitu melalui wazn (pertimbangan amal). Setelah itu semua makhluk akan menyebrangi jembatan shirotol mustaqim untuk menuju surga atau jatuh keneraka bagi yang amalnya buruk.[24]
C      Surga dan Neraka
      Seorang muslim tidak ragu dan was-was untuk mempercayai bahwa kenikmatan  surga itu kekal, tiada putus-putusnya. Di samping itu seorang muslim tidak pula ragu bahwa kaum yang mendustakan agama karena takabur dan sombong. Mereka akan menerima pembalsan disebabkan telah keluar dan bertentangan dengan fitrah manusia. Tinggal lagi persoalannya: apakah adzab akhirat ini amat luas dan dalam. Dari dulu telah pernah ditinjau dan dibahas secara mendalam oleh ulama-ulama shalaf dan dari mereka diterima berbagai pandangan dan pendapat disekitar soal ini.[25]
      Di dalam Al-Qur’an tidak ada ketegasan bahwa neraka itu kekal. Hanya yang ada keterangan bahwa orang-orang kafir kekal dalam neraka. Mereka pasti akan keluar dari neraka selama itu ada. Tinggal soalnya: apakah neraka itu akan terus ada? Ini adalah soal lain yaang tidak ada ketegasan dalam Al-Qur’an. Pada umumnya akal manusia dalam hubungan iman kepada hari akhirat ini terikat dengan keterangan tegas yang tersebut dalam kitab Allah atau perkataan Rasul. Akal manusia tidak sanggup mengetahui hakikat kehidupan disekitar hari akhirat itu.[26]


BAB III
KESIMPULAN
A      Jin dan Malaikat
      Sebagaimana Al-Qur’an telah menerangkan adanya satu jenis dari alam ghaib, yaitu Malaikat, Al-Qur’an juga menerangkan satu jenis yang lain, yang dinamakan Jin. Tetapi keterangan Al-Qur’an disekitar jin tidak serupa dengan keterangannya dengan sekitar malaikat, tetapi Al-Qur’an menyinggug asal kejadiannya.
B       Hari Kiamat
      Setiap orang mukalaaf menurut syara’ wajib beriman kapada hari kiamat. Permulaan yang disebut hari kiamat  ialaah semenjak waktu hasyr dan berakhir dengan masuknya ahli surga kesurga dan ahli neraka ke neraka. Kita wajib beriman kepada hari itu, sebagaimana juga harus beriman kepada semua yang berhubungan dengan hari itu, serta tanda-tanda yang akan terjadi sebelum datangnya hari kiamat itu.
C      Surga dan Neraka
      Seorang muslim tidak ragu dan was-was untuk mempercayai bahwa kenikmatan  surga itu kekal, tiada putus-putusnya. Di dalam Al-Qur’an tidak ada ketegasan bahwa neraka itu kekal. Hanya yang ada keterangan bahwa orang-orang kafir kekal dalam neraka. Mereka pasti akan keluar dari neraka selama itu ada.


DAFTAR PUSTAKA

Afandiy,Sayid Husein,Memperkokoh Aqidah Islamuyah (Bandung;PUSTAKA SETIA 1999)
Syaltut,Syekh Mahmud,Akidah dan Syari’ah Islam (Jakarta;BUMI AKSARA 1994)





[1] Qur’an (15:27)
[2] Qur’an (55:15)
[3] Qur’an (72:14-15)

[4] Qur’an (46: 29-31)

[5] Qur’an (6:128)
[6] Qur’an (6:130)
[7] Qur’an (55:14-16)

[8] Qur’an (53: 31-34)
[9] Qur’an (144:1-6)

[10] Mahmud Syaltut, Akidah danSyari’ah Islam (Jakarta 1994) 22-25
[11] Qur’an (17:95)
[12] Qur’an (66:6)

[13] Qur’an (26: 192-194)
[14] Qur’an (2: 253)
[15] Qur’an (8:12)
[16] Qur’an (41-30)
[17] Qur’an (32:11)
[18] Qur’an (16:32)
[19] Qur’an (4:97)

[20] Qur’an (82: 10-12)
[21] Qur’an (22: 75)
[22] Qur’an (35:1)

[23] Mahmud Syaltut, Akidah dan Syari’ah Islam(Jakarta 1994)18-22
[24] Sayid Husein Afandiy,Memperkokoh Akidah Islamiyah(Bandung 1999)153-158
[25] Mahmud Syaltut, Akidah dan Syari’ah Islam (Jakarta 1994)39
[26] Ibid, 39

Load disqus comments

0 komentar