BAB I
PENDAHULUAN
A
Latar
Belakang
Setiap
agama mempunyai karakteristik ajaran
yang membedakan dari agama-agama lain. Agama yang dapat menyelamatkan dunia
yang terpecah-pecah dalam berbagai bagian. Tidak mudah membahas karakteristik
ajaran islam, karena ruang lingkupnya sangat luas. Untuk mengkaji secara rinci
karakteristik ajaran islam perlu ditelusuri, mulai dari risalah Allah terakhir
dan menjadi agama yang diridhoi Allah, untuk dunia dan seluruh umat manusia sampai
datangnya hari kiamat. Karakteristik yang dimiliki Islam, yakni karakteristik
ilmu dan kebudayaan, pendidikan, sosial, ekonomi, politik, pekerjaan, dan
disiplin ilmu. Karakteristik ajaran islam adalah karakter yang harus dimiliki
oleh umat muslim yang berdasarkan dengan Al-Qur’an dan Hadits dalam berbagai
bidang ilmu, kebudayaan, pendidikan, politik, sosial, ekonomi, kesehatan,
pekerjaan, disiplin ilmu, aqidah, dan berbagai ilmu khusus. Kedua sumber ini
telah menjadi pedoman hidup bagi umat islam. Aspek-aspek sumber kehidupan ini
diberi karakter tersendiri dalam berbagai ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi,
kesehatan, politik, pekerjaan, aqidah, dan disiplin ilmu untuk sepanjang masa.
Maka
dari itu kami akan membahas karakteristik ilmu tauhid yang meliputi Jin dan
Malaikat, Hari Kiamat, Surga dan Neraka.
B
Rumusan
Masalah
1.
Pengertian
Jin dan Malaikat
2.
Pengertian
Hari Kiamat
3.
Pengertian
Surga dan Neraka
BAB II
PEMBAHASAN
A
Jin
dan Malaikat
Sebagaimana Al-Qur’an telah menerangkan adanya satu jenis
dari alam ghaib, yaitu Malaikat, Al-Qur’an juga menerangkan satu jenis yang
lain, yang dinamakan Jin. Tetapi keterangan Al-Qur’an disekitar jin tidak
serupa dengan keterangannya dengan sekitar malaikat, tetapi Al-Qur’an
menyinggug asal kejadiannya.
Firman Allah:
“Dan jin kami jadikan sebelumnya
dari api yang sangat panas”[1]
“Tuhan telah menciptakan jin dari api yang
sangat panas”[2]
Jika Al-Qur’an
menyebut malaikat itu hamba Allah yang mulia dan tidak pernah durhaka dan
melanggar perintah Allah, sebaliknya Al-Qur’an menyebutkan jin itu ada yang
saleh (baik) dan ada yang durhaka (jahat).
Firman Allah:
“Diantara kami (jin) ada
orang-orang yang patuh (kepada tuhan) dan ada pula yang tidak jujur. Siapa yang
patuh (kepada tuhan), itulah orang-orang yang sengaja menempuh jalan yang
benar. Tetapi orang-orang yang tiada jujur, mereka menjadi kayu api neraka
jahanam”[3]
Sebagaimana
Al-Qur’an menyebut malaikat itu turun membawa wahyu kepada Nabi-nabi dan
Rasul-rasul, sebaliknya jin itu menerima wahyu Allah tadi dari Nabi-nabi dan
Rasul-rasul.
Firman Allah:
“Ingatlah, ketika sekumpulan jin.
Kami hadapkan kepada engkau (Muhammad), untuk mendengarkan Al-Qur’an. Setelah
mereka hadir disitu, mereka berkata; Dengarlah baik-baik. Setelah pembacaan
selesai mereka kembali kepada kaumnya memberi peringatan. Mereka berkata; Hai
kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengar kitab yang diturunkan sesudah
Musa. Membenarkan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, memimpin kepada
kebenaran dan menunjukkan jalan yang lurus. Hai kaum kami, turutlah orang yang
memanggil kepada tuhan dan percayalah kepadanya. Nanti tuhan akan mengampuni
dosa kamu dari siksa yang pedih”[4] Mereka
menerima wahyu ajaran agama dari Nabi supaya dipikirkan, dipercayai, dan
dipanggilnya kaumnya untuk itu. Disampaikannya berita gembira untuk orang-orang
taat dan ancaman untuk orang-orang berbuat maksiat. Al-Qur’an tidak
mengikutsertakan malaikat bersama manusia dalam tanggung jawab menjalankan
kewajiban syari’at atau menyebutkan mereka ada yang menyimpang dari pelajaran
agama. Tetapi terhadap jin, kita lihat mereka diikutsertakan bersama manusia
dengan panggilan dan tanggung jawab yang
satu dihari pembalasan.
Firman Allah:
“Pada hari tuhan mengumpulkan
mereka semuanya,(kataNya); hai para jin, sesungguhnya kamu telah banyak
menyesatkan manusia, dan kawan-kawan mereka dari golongan manusia menjawab;
Wahai tuhan kami, sebagian kami telah merasa senang dengan yang lain, dan kami
telah sampai kepada suatu waktu yang telah engkau tetapkan untuk kami. Tuhan
mengatakan; Neraka itulah tempat diam kamu dan kamu tetap tinggal disitu,
kecuali jika Allah menghendaki”[5]
“Hai para jin dan manusia, bukankah
utusan-utusan tuhan dari golongan kamu sendiri sudah datang kepada kamu,
menceritakan keterangan-keteranganKu dan memberikan peringatan kepada kamu
untuk menemui hari kamu ini.?”[6]
Kita dapati
dalam surat Ar Rahman dari awal sampai akhirnya, manusia dan jin itu diletakkan
dalam garis yang satu dan kepada keduanya diberikan alasan-alasan yang serupa,
dengan susunan kata dan tujuan yang sama.
Firman Allah:
“Dia telah menciptakan manusia dari
tanah kiat sebagai tembikar. Dia telah menciptakan jin dari api yang sangat
menyala. Yang manakah dari kurnia tuhan yang kamu dustakan?”[7]
“Kami akan bertindak terhadap kamu, hai kedua
penduduk dunia(manusia dan jin). Yang manakah dari kurnia tuhan yang hendak
kamu dustakan? Hai para jin dan manusia,
kalau kamu sanggup melintasi penjuru langit dan bumi, lintasilah. Kamu tiada
sanggup melintasinya melainkan dengan kekuasaan. Yang manakah dari kurnia tuhan
yang hendak kamu dustakan?”[8]
Dalam
Al-Qur’an kita dapat pula melihat beberapa perbedaan antara malaikat dan jin.
Umpamanya malaikat diperhubungkan dengan kehidupan manusia dilapangan
kerohanian, sedang jin diserupakan tingkah lakunya dengan manusia, seperti
membisikkan dan menipu supaya orang melakukan kejahatan. Hal yang demikian
banyak didapati dalam beberapa ayat Al-Qur’an, bahkan ada satu surat pendek
khusus untuk membentangkan peristiwa tersebut, dimana manusia dianjurkan agar
berlindung dari godaan (tipuan) jin dan manusia.
Firman Allah:
“Katakan; Aku mencari
perlindungan kepada tuhan (Pemimpin) manusia, Raja manusia. Tuhan manusia dari
bahaya bisikan (syaitan) yang mengendap. Yang membisikkan kedalam hati manusia.
Yaitu jin dan manusia.”[9]
Demikian Al-Qur’an mengemukakan disekitar hal yang
bertalian dengan metafisik (dibalik alam nyata/alam ghoib), dimana manusia
tiada dikurniai tenaga cukup untuk mendalami hakikat alam-alam ghoib itu. Hanya
satu saluran saja untuk mempercayai adanya malaikat dan jin, yaitu wahyu yang
dipastikan kebenarannya, dari Allah kepada Rasul.
Yang perlu diingat pula, biarpun Al-Qur’an banyak kali
membicarakan disekitar jin, tetapi tidak menjadikan iman dengan jin sebagai
aqidah islam. Lain halnya dengan malaikat. Al-Qur’an hanya membicarakan jin itu
dalam rangka yang sama dengan membicarakan manusia. Jadi soal membenarkan ada
jin itu adalah termasuk kelanjutan membenarkan Al-Qur’an dan membenarkan
keterangan yang ada didalamnya.
Al-Qur’an dalam menuntut iman dengan malaikat itu bukan
hanya sekedar percaya bahwa malaikat itu ada. Tetapi juga iman dengan seluruh
tugas dan fungsinya yang terhubung dengan urusan keagamaan, umpama pendidikan
(pembersihan), mengarahkan kepada yang baik serta memperkuat keinginan baik
dalam hati manusia. Tugas itu bukanlah tugas jin yang sederajat dengan manusia
dalam menghadapi kekuatan baik dan buruk. Agama hanya menuntut agar manusia
iman dengan sesuatu yang memperkuat dorongan baik dan bukan sesuatu yang
memperkuat dorongan jahat atau sesuatu yang sama kuat dorongannya untuk
kebaikan dan kejahatan.[10]
Malaikat, telah kita terangkan, bahwa Al-Qur’an adalah
pokok pegangan yang cukup lengkap bagi ajaran-ajaran agama islam. Al-Qur’an
menurut ketetapan Allah dan menurut pengakuan kaum muslimin sendiri: adalah
stu-satunya sumber tempat mengambil aqidah-aqidah islam, dahulu aqidah-aqidah
yang utama dan pokok ialah iman kepada Allah. Sekarang diterangkan iman kepada
malaikat.
Menurut ketetapan Al-Qur’an, malaikat-malaikat itu adalah
alam ghoib, bukan alam benda, sifat dan keadaan malaikat itu:
1.
Dapat
menampakkan dirinya dialam benda
Firman Allah:
“Katakan: Kalau kiranya dibumi
ini diam malaikat-malaikat yang berjalan dengan tentram, tentulah kami
menurunkan malaikat pula kepada mereka untuk menjadi Rasul.”[11]
2.
Makhluk
Allah dan hambaNya.
Firman Allah:
“Bahkan mereka
(malaikat-malaikat) itu adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tiada
mendahului tuhan dengan perkataan, dan mereka berbuat sesuai dengan
perintahNya.”(Qur’an 21:26-27).
“Mereka
(malaikat) tiada pernah mendurhakai Allah mengenai apa yang diperintahkan
kepada mereka, dan mereka melaksanakan menurut semestinya perintah itu.”[12]
Petugas dalam urusan
yang berhubungan dengan jiwa dan semangat. Tugas itu ditentukan pembagiannya
oleh tuhan kepada mereka masing-masing, sebagai pelaksanaan iradat, kehendak, kemauan
dan keputusan Allah terhadap hambaNya. Diantara tugas-tugas itu:
a.
Menyampaikan
wahyu, perintah dan risalat kepada Nabi dan Rasul.
Firman Allah:
“Sesungguhnya Al-Qur’an itu
adalah wahyu yang diturunkan tuhan, pemimpin alam semesta. Turun dibawa roh yang
dipercayakan (malaikat jibril). Disampaikan kepada hati engkau (Muhammad)
supaya engkau dapat memberi peringatan (kepada manusia).”[13]
Memperteguh hati Rasul-rasul dan kaum muslimin dalam
perjuangannya.
Firman Allah:
“Dan kami beri isa anak
Maryamketerangan-keterangan serta kami kuatkan (bantu) dengan roh suci
(malaikat jibril).” [14]
“Ketika tuhanmu mewahyukan kepada
malaikat: sesungguhnya aku bersama kamu: maka perteguhlah pendirian orang-orang
yang beriman.” [15]
b.
Menyampaikan
berita gembira akan memperoleh akibat yang baik bagi orang-orang yang
mengerjakan kebaikan didunia ini mematuhi perintah Allah.
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: Allah itu tuhan kami, kemudian itu mereka berpendirian teguh,
niscaya malaikat akan turun kepada mereka, mengatakan: jangan takut, jangan
berduka cita dan terimalah berita gembira memperoleh surga yang telah
dijanjikan kepada kamu.”[16]
c.
Mengambil
nyawa dikala manusia Allah menemui kematiannya.
Firman Allah:
“Katakan: Malaikat maut (malaikat
yang bertugas mengambil nyawa) telah diserahi untuk mengambil nyawamu.”[17]
“Orang-orang yang diwafatkan oleh
malaikat dalam keadaan baik, mereka (malaikat) mengatakan: selamat untuk kamu,
masuklah kedalam surga, disebabkan oleh perbuatan yang telah kamu kerjakan.” [18]
“Sesungguhnya orang-orang yang
diwafatkan oleh malaikat, ketika menganiaya dirinya sendiri.”[19]
Mencatat tindakan dan amal manusia di dunia ini untuk
diajukan di akhirat dihadapan pengadilan Ilahi.
Firman Allah:
“Sesungguhnya untuk kamu ada
beberapa penjaga, penulis yang mulia, mereka mengetahui apa yang kamu perbuat.”[20]
d.
Tugas
lain yang diistimewakan tuhan untuk masing-masing, tetapi tiada hubungannya
dengan kehidupan dan urusan kebendaan dari manusia di dunia ini.
Mengingat
tugas-tugas yang diatas, Al-Qur’an menerangkan bahwa malaikat-malaikat itu
adalah utusan-utusan yang bersayap dan mempunyai kekuatan.
Firman Allah:
“Tuhan memilih untuk menjadi
utusan dari malaikat-malaikat dan juga dari manusia.”[21]
“Segenap pujian untuk Allah yang
menjadikan langit dan bumi, menjadikan malaikat-malaikat itu utusan-utusan yang
bersayap, masing-masing dua, tiga dan empat. Tuhan menambah ciptaannya
sebagaimana yang dikehendakinya. Sesungguhnya Allah itu Kuasa atas segala
sesuatu.”[22]
Kaum muslimin
yang meyakini Al-Qur’an itu sumber aqidah dalam hal-hal yang menyangkut dengan
soal-soal ghoib, mereka membatasi diri disekitar iman dengan malaikat itu dalam
batas-batas keterangan yang diberitakan oleh Al-Qur’an secara tegas dan tak
mempunyai dua tiga pengertian. Mereka tidak memaksakan diri untuk menampung
i’tiqad yang ganjil-ganjil, diluar batas keterangan yaang diyakini itu, baik
tentang hakikat tubuh malaikat, cara menciptakan ataupun bagaimana dapat
melihatnya. Dalam kepercayaan kaum muslimin, malaikat itu termasuk alam ghoib
yang tidak dapat dijangkau dengan tenaga akal, pikiran dan kecerdasan manusia.
Hanya dapat dikenal menurut berita yang benar dari Allah dengan perantara
Al-Qur’an, yaitu:
Malaikat
adalah termasuk tentara Allah, hakikat kejadiannya tidak dapat diketahui dengan
pasti oleh pikiran manusia. Mereka tunduk di bawah kekuasaan dan aturan tuhan
yang berlaku secara umum, aturan yang dipatuhi oleh segala sesuatu di dunia,
baik yang berupa benda ataupun dibalik benda (metafisik). Malaikat itu menjadi
alat penghubung antara tuhan dengan makhlukNya.[23]
B
Hari
Kiamat
Setiap orang
mukalaaf menurut syara’ wajib beriman kapada hari kiamat. Permulaan yang
disebut hari kiamat ialaah semenjak
waktu hasyr dan berakhir dengan masuknya ahli surga kesurga dan ahli
neraka ke neraka. Kita wajib beriman kepada hari itu, sebagaimana juga harus
beriman kepada semua yang berhubungan dengan hari itu, serta tanda-tanda yang
akan terjadi sebelum datangnya hari kiamat itu.
Apabila telah
dekat masa berakhirnya zaman dan hari kiamat, maka akan tampaklah beberapa
tanda, tanda-tanda ini ada yang dinamakan alamat kecil yang pada saat ini
banyak terjadi dan alamat besar, yang terdiri atas sepuluh macam, yaitu
lahirnya seorang yang menamakan dirinya Imam Mahdi, keluarnya Dajjal, turunnya
Sayidina ‘isa a.s. keluarnya dua bangsa yang disebut ya’juj dan ma’juj,
keluarnya binatang yang dapat berbicara sebagaimana manusia, terbitnya matahari
dari barat, keluarnya asap tebal dipermukaan bumi selama empat puluh hari
berturut-turut, dan menyebabkan berbagai penyakit. Tiga alamat besar yang lain,
yaitu hancurnya Ka’bah, munculnya nabi ‘isa a.s. dan hilangnya Al-Qur’an dari
permukaan bumi.
Apabila itu
terjadi maka terdengarlah terompet malaikat Isrofil, ditiupan pertama selama
empat puluh tahun makhluk hidup yang ada di dunia akan mati. Lalu terdengarlah
tiupan yang kedua, pada saat itu Allah membangunkan semua makhluk hidup yang
sudah mati di tiupan pertama, inilah yang disebut yaumul ba’ats,
selanjutnya seluruh makhluk itu digiring di suatu lembah yang sngat luas, yang
dinamakan padang mahsyar, setelah dikumpulkan di padang mahsyar
semua makhluk menunggu yaumul hisab (perhitungan amal). Setelah
selesai hisab semua makhluk akan mengambil buku catatannya masing-masing, yang
ditulis oleh malaikat ketika masih di dunia.setelah itu untuk mempertimbangkan
baik burruknya untuk memperincikan amal tersebut yaitu melalui wazn
(pertimbangan amal). Setelah itu semua makhluk akan menyebrangi jembatan shirotol
mustaqim untuk menuju surga atau jatuh keneraka bagi yang amalnya buruk.[24]
C
Surga
dan Neraka
Seorang muslim
tidak ragu dan was-was untuk mempercayai bahwa kenikmatan surga itu kekal, tiada putus-putusnya. Di
samping itu seorang muslim tidak pula ragu bahwa kaum yang mendustakan agama
karena takabur dan sombong. Mereka akan menerima pembalsan disebabkan telah
keluar dan bertentangan dengan fitrah manusia. Tinggal lagi persoalannya:
apakah adzab akhirat ini amat luas dan dalam. Dari dulu telah pernah ditinjau
dan dibahas secara mendalam oleh ulama-ulama shalaf dan dari mereka diterima
berbagai pandangan dan pendapat disekitar soal ini.[25]
Di dalam
Al-Qur’an tidak ada ketegasan bahwa neraka itu kekal. Hanya yang ada keterangan
bahwa orang-orang kafir kekal dalam neraka. Mereka pasti akan keluar dari
neraka selama itu ada. Tinggal soalnya: apakah neraka itu akan terus ada? Ini
adalah soal lain yaang tidak ada ketegasan dalam Al-Qur’an. Pada umumnya akal
manusia dalam hubungan iman kepada hari akhirat ini terikat dengan keterangan
tegas yang tersebut dalam kitab Allah atau perkataan Rasul. Akal manusia tidak
sanggup mengetahui hakikat kehidupan disekitar hari akhirat itu.[26]
BAB III
KESIMPULAN
A
Jin
dan Malaikat
Sebagaimana
Al-Qur’an telah menerangkan adanya satu jenis dari alam ghaib, yaitu Malaikat,
Al-Qur’an juga menerangkan satu jenis yang lain, yang dinamakan Jin. Tetapi
keterangan Al-Qur’an disekitar jin tidak serupa dengan keterangannya dengan
sekitar malaikat, tetapi Al-Qur’an menyinggug asal kejadiannya.
B
Hari
Kiamat
Setiap orang
mukalaaf menurut syara’ wajib beriman kapada hari kiamat. Permulaan yang
disebut hari kiamat ialaah semenjak
waktu hasyr dan berakhir dengan masuknya ahli surga kesurga dan ahli
neraka ke neraka. Kita wajib beriman kepada hari itu, sebagaimana juga harus
beriman kepada semua yang berhubungan dengan hari itu, serta tanda-tanda yang
akan terjadi sebelum datangnya hari kiamat itu.
C
Surga
dan Neraka
Seorang muslim
tidak ragu dan was-was untuk mempercayai bahwa kenikmatan surga itu kekal, tiada putus-putusnya. Di
dalam Al-Qur’an tidak ada ketegasan bahwa neraka itu kekal. Hanya yang ada
keterangan bahwa orang-orang kafir kekal dalam neraka. Mereka pasti akan keluar
dari neraka selama itu ada.
DAFTAR PUSTAKA
Afandiy,Sayid Husein,Memperkokoh Aqidah Islamuyah
(Bandung;PUSTAKA SETIA 1999)
Syaltut,Syekh Mahmud,Akidah dan Syari’ah Islam
(Jakarta;BUMI AKSARA 1994)
0 komentar